Kamis, 22 Desember 2011

Cerpen Pertamaku


Cerpen Pertamaku  






Aku ingin sekali menulis, tentang apa saja. Dengan menulis bisa meringankan beban pikiran. Dengan menulis bisa menambah perbendaharaan kata. Dengan menulis bisa melampiaskan uneg-uneg di hati dan masih banyak lagi manfaat dari menulis, entah itu berupa cerpen, puisi, dan lain sebagainya. 

Seperti aku hari ini, ingin sekali membuat suatu cerpen. Aku mulai mereka-reka tentang apa yang akan ku jadikan topik cerpenku. Apakah judul duluan, atau ceritanya dulu, baru membuat judulnya, yang dirangkum dari cerita yang berkembang. Otak kecilku mulai bekerja keras, sedikit bingung, dan memeras sedikit tenaga.  Bagaimana cara memulai suatu cerpen yang baik, suatu pertanyaan menghantui kepalaku. Sedang asyik-asyik melamunkan suatu cerpen aku dikejutkan dari belakang. 

Hoi!, serta merta satu tepukan di pundakku mendarat setengah keras kurasa. Suara itu sangat mengagetkan ku.
Aku menoleh ke belakangku! 
Sesosok gemuk dengan senyumnya yang khas melambaikan tangan kepadaku.  
Ia berlalu begitu saja, seperti tak terjadi apa-apa. 
Ku ikuti langkahnya dengan pandangan heran dan bertanya. Siapa gerangan dia. Dimana aku kenal dia? dan berbagai pertanyaan muncul di benakku tentang si gemuk tadi.  

Aku heran, orang ini kok sepertinya sudah kenal lama denganku. Sejak pertama kali jumpa ia selalu melempar senyum kepadaku. Aku tak mengerti, tapi aku berusaha selalu membalas senyumnya, walau setengah ku paksakan. Aku nggak enak kalau tidak membalas senyum seseorang. Bukankah dengan membalas senyum seseorang kita telah melakukan suatu ibadah. Tapi bagaimana dengan senyum yang setengah dipaksanak? Ah, agaknya aku telah berbuat salah kepada si gemuk tadi. Tapi dia kan tidak tahu, begitu batinku berucap. 

Sepulang dari kampus, masih dalam setengah bingung, ku buka buku pelajaran yang pernah ada. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia waktu di SMA, kalau tidak salah ada pembahasan mengenai cara menulis cerpen yang baik. Lembar-lembar demi lembar kertas telah ku balik satu persatu. Begitu banyak peraturan untuk membuat suatu cerpen, mulai dari judul, membuat kerangka karangan, harus menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan EYD lain sebagainya. 

Pikiran ku mulai mumet, tak karuan, kutinggalkan buku catatan, ku ambil sebatang rokok dan mulai menyalakannya. Kunikmati sepenuh hati isapan demi isapan rokok, sementara pikiranku terus melayang mengikuti arah kepulan asap yang dibawa angin. Kepulan asap dari rokok seakan meringankan pikiranku. Baru setengah batang rokok djisamsoe habis ku isap, azan ashar dari mushalla dekat rumahku terdengar jelas di telingaku. 

Segera ku matikan rokok dan bergegas pergi ke Mushalla untuk menunaikan shalat ashar berjama'ah. Rokok djisamsoe yang tinggal setengah batang, ku letakkan di atas meja kesayanganku. Sebuah meja hasil karyaku sendiri, tempat aku menghabiskan waktu di malam hari kalau lagi susah tidur atau kalau aku ingin mencoret-mencoret buku yang isinya tentang keinginanku. Tentang keinginanku menjadi seorang penulis, yang sampai sekarang belum satupun cerpen aku hasilkan. Tentang keinginanku menjadi terkenal dengan menciptakan banyak puisi. Semuanya sampai saat ini, alhamdulillah belum pernah terkabul. Hanya secarik dua carik kertas yang ada bekas coretan yang tak jadi, baik itu berupa catatan kecil maupun sebait dua bait puisi. Tapi kalau aku kumpulkan mungkin sudah tebal dan bisa dibuatkan sebuah buku. Tapi itulah aku, selalu menganggap apa yang aku hasilkan tidak akan bermanfaat dan jelek menurut penilaianku maka banyak yang terbuang setelah aku berhasil membuat dan membacanya.       

Aku bukanlah seorang muslim yang taat. Tapi belakangan ini, aku berusaha untuk berbuat bagi diriku sendiri. Seperti shalat berjama'ah yang akan segera kulakukan ini. Bukan apa-apa, kalau aku shalat sendirian di rumah, aku sering lupa. Shalat ashar yang seharusnya empat rakaat bisa kulakukan lima rakaat, karena terlalu banyaknya syetan dan iblis yang ada dalam diriku. Ada-ada saja ulahnya, supaya aku melakukan salah dalam shalatku. Sudah tak terhitung lagi berapa kali aku melakukan kesalahan dalam shalatku. Semua gara-gara si iblis laknatullah. Pantas sekali dia menjadi penghuni neraka jahanam karena selalu menggoda iman orang yang ingin berbuat kebajikan. Selalu berusaha untuk membuat orang memutus silaturahmi, membuat seorang anak agar durhaka kepada orang tuanya. Pokoknya iblis adalah suatu makhluk yang jelas-jelas sudah menjadi musuh yang nyata bagi manusia didunia, demikian salah satu ayat al-qur'an menerangkan yang aku sendiri tak tahu apa surat dan ayatnya. Karena aku bukan penghapal al-qur'an, cuma tahu sedikit dari ceramah ustadz yang pernah ku dengar lewat pengajian di Mushalla dekat rumahku. 

Setelah melaksanakan shalat ashar, pikiranku kembali jernih. Perlahan senja menyambut malam. Ku kubur sejenak cerpen ku yang belum usai. Ku langkahkan kaki menuju pantai dengan perlahan. Semilir angin darat  terasa sejukkan hatiku. Kunikmati pemadangan laut senja di bibir pantai sendirian. Aku duduk di bongkahan batu yang agak besar, memandang jauh kedepan, ombak laut seakan ejar mengejar menyambut sang malam dengan gembira. Kupandangi perahu nelayan yang tengah melaut. Di sekelilingnya ada cahaya terang yang terpancar dari lampu yang sengaja dipasang untuk memancing ikan-ikan supaya keluar dari persembunyiannya. Ada beberapa perahu nelayan yang mulai turun melaut bersama riak-riak ombak yang mengantar mereka menuju laut lepas. Sementara keluarga yang ditinggalkan menunggu dengan cemas dan penuh harap sambil berdo'a pada Sang Illahi agar perjalanan mereka diberkahi.

Pergilah kau wahai sang kekasih, 
Arungilah samudera, 
Bentangkanlah layar agar mengembang, 
Penuhilah panggilan garis nasib, 
Ikhlaslah dalam berjuang 
Kami menunggumu, 
Harap dan cemas ini telah kami luapkan pada Sang Pencipta 
  
Senja yang indah, warna matahari kuning keemasan mengintip di balik awan. Sebentar lagi azan maghrib berkumandang memanggil jiwa-jiwa bening untuk menunaikan shalat maghrib. Selesai shalat maghrib di Mushalla yang ada di dekat pantai, kulangkahkan kaki menuju rumah untuk merenda hari-hari yang semakin tertinggal. Semoga hari esok lebih baik dari hari ini. Amin       
    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tambah sahabat dengan komentar, No Spam