Kamis, 20 Agustus 2015

Puisi Emak Telah Merdeka


Dirgahayu HUT RI yang ke-70. Mari kita pupuk rasa kebersamaan untuk membangun Indonesia yang lebih bermatabat. Sehingga kedepannya Indonesia menjadi salah satu negara maju. Dalam artian bisa mandiri, berdiri dengan kaki sendiri, sesuai dengan amanah UUD 1945. Hal ini bisa terjadi kalau keadilan sudah merata dirasakan oleh rakyat Indonesia. Sehingga tidak ada lagi diskriminasi sosial.

Merdeka artinya bebas dari rasa takut, bebas dari pengaruh asing, dan bebas berkarya dan mengeluarkan pendapat.   

…..

“Sekali merdeka tetap merdeka
Selama hayat masih dikandung badan
Kita tetap setia tetap setia
Membela negara kita”

Demikian kutipan lagu “17 Agustus 1945

Lalu apa yang kita rasakan sekarang? Adalah pertanyaan yang selalu muncul saat kita merayakan hari kemerdekaan Indonesia yang kita cintai.

Di bawah ini sebuah puisi curahan hati saya, silahkan disimak. Moga bermanfaat.


Emak Telah Merdeka
Oleh : Fuadi

Inikah merdeka mak!
Mereka bekerja di negeri kita
Kembali makan tiwul

Atau merdeka itu
Masjid-masjid tak perlu ada mikrofon
Beribadah saja dalam senyap
Di panggung-panggung hiburan dentum musik mengirisiris gendang telinga
Melesapkan dada 

Merdeka katanya
Menyaksikan si udin
Di penjara berlipatlipat atas kesalahan tak berbukti
Sedang dia hampir setiap hari membakar oto
Masih bebas plonga plongo

Merdeka juga namanya
Malam ini kita tidur nyenyak bermimpi ditemani bidadari
Paginya tibatiba motor mogok sebab BBM naik lagi
Siang tersiar kabar seorang guru terkapar
Dadanya ditembus peluru sehabis pengajian
Syawal’15 dibuka bersama duka   
Tolikara membara mengurut dada toleransi

Merdeka pedih ya mak
Tapi sungguh aku ingin merdeka

Mak, mak, mengapa diam!
Sepotong ubi di genggamannya jatuh menimpa jempolku  
Bekas gigitannya tercetak jelas
Mak, mak, emaaak!

Emak telah merdeka
Matanya mengarah keluar jendela
Tampak merah putih berkibar malumalu
Senja berlalu, angin membisu



Bingkai Hati, 140815
Selanjutnya »

Selasa, 31 Maret 2015

Puisi Dongeng Plintat Plintut

Puisi di bawah adalah gambaran masyarakat kita sekarang, yang semakin hari semakin tak berdaya oleh semakin susahnya hidup. 

Selamat menikmati, semoga bermanfaat. 


DONGENG PLINTAT PLINTUT
Oleh : Fuadi 

Di kerajaan plintat plintut 
Tersebutlah seorang raja bergelar ingin 
Penebar surganya angin

Suatu hari 
Rakyatnya ingin angin 
Sang raja kentut, nyengir 
Orang-orang tutup hidung

Raja heran lalu kentut lagi 
Kali ini kentutnya mampir di knalpot 
Pengendara yang motornya zigzag
Ibu-ibu mencari dompetnya  yang 
Nyangkut dilaju besi makin nyaring
Terseret angkot ke pasar, swalayan dan pertokoan 
Rumah sakit menjadi ayan

Kentut kali ke tiga 
Orang-orang lagi tak berhidung
Mata mereka elang 
Hati dan lidah mereka api
Si pincang pandai berlari

Ramai-ramai mereka kentuti plintat plintut 
Tut tuut tuuuuut 
Rasakan itu kentut

Alam Mayang, 170115


Selanjutnya »

Minggu, 22 Maret 2015

PUISI DILEMA HUJAN BAGI KOTAKU

Banjir lagi banjir lagi. Kira-kira demikianlah keluh warga yang selalu kebanjiran ketika musim hujan datang. Hujan menjadi momok yang menakutkan, padahal Tuhan menurunkan hujan dengan berbagai berkah di dalamnya. 


Dulu sewaktu kecil, hujan sangat ditunggu, perasaan riang terpancar dari para bocah untuk mandi hujan. Tapi sekarang hujan masuk kamar ibu-bapak mereka. Menggenangi sekolah-sekolah mereka. Hujan telah menjadi dilema. Seperti puisi di bawah ini.  Silahkan dinikmati, semoga bermanfaat. 

DILEMA HUJAN BAGI KOTAKU 
Oleh : Fuadi   


Dulu, rinaimu mengundang senyum
Isyarat kelopak ‘kan tumbuh dan mengembang
Langkah-langkah ringan menapaki hari
Elok nian embun duduk di rumput-rumput dan keladi
Matahari pancarkan hangat setiap pagi
Alam berdendang, daun-daun bergoyang

Hingga saat itu pupus
Ulasan rinai mengiris-iris
Jangan kau tanya mengapa
Akan luka-luka menganga
Namanya dilema

Beton-beton menjarah hutan
Abaikan kelestarian
Garong senyum sungging sumbing negeri
Inilah sumpah sampah

Kotaku dialiri banjir setiap musim hujan datang
Orang-orang meradang mengerang berang
Tapi hujan hanyalah titah
Akibat pergeseran musim
Koarmu bencana
Ulah siapa, mengapa

Bingkai Hati, 171213
Selanjutnya »

Selasa, 10 Maret 2015

Mensyukuri Nikmat


Bersyukur

Hidup itu sangat indah dengan segala pernak perniknya, sengaja diciptakan oleh Allah Sang Maha Pencipta untuk manusia. Mengapa aku katakan demikian? Mari kita simak catatan seorang teman berikut ini. Seorang kawan telah bercerita kepadaku tentang apa yang dialaminya. Dia membuka usaha sebuah usaha dari modal pinjaman.
Dengan modal keberanian dan sedikit pengetahuan yang dimilikinya, ia bermaksud membuka usaha sebuah warnet yang dianggapnya bisa mengangkat perekonomian keluarganya. Dari sebuah kehidupan yang sederhana, ia ingin mengangkat derajat hidupnya ke arah yang lebih baik dari keadaan yang  sekarang. Bagaimana tidak dizaman, sekarang setiap orang sudah mempunyai kendaraan sendiri minimal sebuah sepeda motor, sedang ia tidak punya sama sekali jangankan sebuah sepeda motor, sepedapun ia tak punya.
Singkat cerita ia berhasil membuka usaha sebuah warnet dengan jumlah komputer Sembilan buah termasuk server. Satu bulan berjalan ia kena musibah. Warnetnya dimasuki maling dan berhasil membawa enam (6) buah monitor LCD. Total kerugiannya sekitar Delapan (8) Juta, sebuah angka yang besar kalau diukur dengan keadaan keluarganya yang sederhana. Hancur segala harap yang telah diimpikannya untuk membangun perekonomian keluarganya, belum lagi istrinya yang telah bekerja berhenti dari pekerjaan tiga hari sebelum warnetnya dimasuki maling. Terbayang olehnya utang yang harus dibayar per bulannya, biaya hidup sehari-hari, uang kontrakan, belum lagi biaya tak terduga. Dari mana harus didapatkan? Agaknya inilah akhir dari hidupnya dirantau orang. Terbayang kampung halaman nan jauh, akankah pulang kampung? Lalu apakah dengan pulang kampung segalanya akan teratasi? Segala macam pikiran berkecamuk dalam kepalanya. Seakan meledak kepalanya kalau terus dipikirkannya.
Sehari dua hari kejadian yang menimpanya masih sangat membekas dalam hari-harinya. Bagaimana tidak, dengan Sembilan komputer,  pendapatannya baru pas untuk sewa tempat, biaya sehari-sehari dan tagihan internet, sementara untuk mengangsur utang masih ditunda-tundanya. Sekarang dengan tiga komputer berapalah yang akan didapatnya. Tak dapat ia membayangkan nasibnya serta keluarga yang sangat ia cintai dimasa-masa sulit seperti ini. Terkubur sudah kedua kakinya di “Negeri Bertuah” ini, tergali sudah kuburan untuk dirinya sendiri karena malapetaka yang menimpanya, demikian ia berpikir.
Ditengah galau, gundah, resah, dan dendam seseorang telah diutus oleh Allah untuk menenangkan hatinya. Seorang Bapak yang kerjanya mengobati orang dengan jalan “rukiyah” tak sengaja datang pada hari tepat sesudah kejadian LCDnya dimaling orang. Bapak itu menyarankan untuk membaca Q.S Alwaki’ah, sebuah surat yang terdapat di dalam Al-Qur’an yang isinya untuk memudahkan usaha yang kita jalani, demikian Bapak itu berkata. Antara percaya dan tidak, setiap selesai shalat subuh ia berusaha menyempatkan diri untuk membaca Surat Al-Waki’ah. dia sadar dengan dirinya sebagai seorang muslim telah lama ia tidak membaca kitab sucinya. Apa salahnya memulai kembali membaca Al-Qur’an yang dimulai dengan Surat Al-Waki’ah pikirnya. Dia bukannya tak percaya dengan Al-Qur’an, hanya ia tak pernah mengkotak-kotakkan surat dalam Al-Qur’an dan memang dia tidak mempunyai pengetahuan tentang itu. Dia hanya tahu membaca untuk sekedar dirinya sendiri dan sebagai pedoman hidup bagi sekalian umat Islam yang dia sendiri sudah sangat lama tidak memperhatikan dan membacanya. Dengan datangnya Bapak tadi sedikit terbuka pikirannya tentang kewajiban membaca Al-Qur’an.    
Perlahan namun pasti kepercayaanya mulai muncul. Segala sesuatu telah diputuskan oleh Allah Sang Maha Pengatur. Manusia hanya berusaha tetapi semuanya tetap di tangan-Nya. Dia beranggapan bahwa komputer nya hilang ternyata ada hak sang maling didalamnya. Karena maling juga perlu mempertahankan hidupnya, ia butuh makan, pakaian dan sebagainya seperti orang lain, terlepas dari bagaimana cara dia untuk mendapatkan kebutuhannya. Semua usaha perlu pengorbanan, “barugi dulu mangkonyo ba balabo”, demikian pepatah minang mengatakan. Anggap saja semua yang telah berlaku kepadanya adalah rezeki yang tertunda yang suatu saat akan dikembalikan oleh Allah kepadanya, atau mungkin akan melebihi dari sebelumnya kalau itu dihitung dengan yang hilang ditambahkan dengan yang berjalan semestinya pikirnya.
Maka setiap pagi setelah shalat subuh dan membaca Al-Qur’an ia bersiap-siap untuk membuka kedai tempat dia menjalankan usahanya. Seminggu kira-kira waktu berjalan setelah ia kemalingan, pendapatannya sudah seperti semula sebelum komputernya dimaling orang. Sesuatu yang tidak pernah terbayangkan olehnya. Rasanya mustahil dengan tiga buah komputer ia akan mendapatkan rezeki sama dengan ketika ia mempunyai Sembilan komputer. Tapi itulah yang terjadi, sungguh Allah Maha Kaya, Allah sangat dekat orang-orang yang ditimpa musibah yang menerima dengan ikhlas. Kini ia percaya bahwa dibalik kesusahan ada kemudahan. Setiap kali selesai ia menghitung pendapatannya ia selalu mengucapkan Alhamdulillah yang ia ucapkan untuk memuji Allah Sang Maha Pemberi Rezeki. Disamping itu ia selalu berdo’a kepada Allah agar dilancarkan usahanya, agar dimudahkan urusannya.
Kepada para pembaca ia menyarankan agar selalu bersyukur dengan apa yang ada pada diri kita, jangan menganggap remeh apa yang dapat kita lakukan karena Allah akan selalu menghargai apa yang kita lakukan. Berusahalah dipagi hari, sesuai dengan firman Allah, “Setelah shalat subuh bertebaranlah kamu sekalian dimuka bumi, carilah nikmatku sebanyak-banyaknya………..”, demikian kira-kira arti dari sebuah ayat dalam Al-Qur’an. Penulis sendiri tidak tahu suratnya (tolong dikasih tahu bagi pembaca yang mengetahuinya), kemudian bersyukurlah seberapapun besarnya rezeki yang diberikan Allah kepada kita. Semoga bermanfaat, wassalam. Gambar diambil dari Voa-Islam.com  
     


Selanjutnya »

Kamis, 22 Januari 2015

Puisi Kartu Pelangi Yang Ternodai

Puisi di bawah ini berangkat dari beban hidup yang semakin berat. Meskipun telah berganti kebijakan-kebijakan yang katanya untuk orang miskin. 

Silahkan dibaca, moga bermanfaat. 

Kartu Pelangi Yang Ternodai 
Oleh : Fuadi

Kita diam tak bergerak
Menyaksikan antrian panjang
Dari subuh hingga petang
Kaki-kaki telanjang memamah tanya
Kapan embun datang menyejukkan dahaga

Yang tersaji hanyalah janji-janji melukai
Kartu-kartu bergambar pelangi
Indah dipandang tak sedap di hati
Kemana akan dibawa
Saat harga melambung tinggi

Aku cari kartu discount
Di langit buram
Di siang matahari memanggang
Di rumah-rumah kardus anak-anak meringkuk
Sebab rumah sakit telah sakit
Dokter-dokter jadi keder
Melihat obat-obatan kian belel   
Nyawa-nyawa ngeyel

Tuan tak bergeming
Mengeram hening
Padi mendongak jengah
Petak-petak sawah rekah


Alam Mayang, 24-11-14
Selanjutnya »

Rabu, 21 Januari 2015

Puisi Bulan Merindu

Puisi di bawah ini terinspirasi dari perselisihan paham antara anak dan orang tua. Sering kita baca atau dengar berita anak yang menggugat rumah tempat tinggal mereka yang berujung di pengadilan. 

Masih banyak kasus-kasus lain yang menyudutkan orang tua yang nota bene telah melahirkan, membesarkan dengan penuh kasih sayang. Menghalau rintangan besar dalam membesarkan anak kesayangan, tapi setelah mereka berhasil balasan dari anak sungguh diluar akal sehat kita sebagai manusia. 

Silahkan dibaca, moga bermanfaat. 

Gambar dari rohis-facebook.blogspot.com

 
BULAN MERINDU
Oleh : Fuadi

Bulan merindu
Di usianya nan senja
Matahari lelap dalam pangkuan
Hening bening

Ia ingin menyandarkan lelah
Dari hiruk pikuk dunia busuk
Yang menyeret tubuh ringkihnya, gelisah
Di atas altar bara amarah

Batabata yang ia susun dari puzzle kehidupan dulu
Rubuh luruh oleh jiwajiwa angkuh
Yang lahir dan dibesarkannya dengan segenap ruh
Kini berwajah keruh

Dalam pasrah, bulan masih merindu
Malam penuh bintang
Sayap-sayap malam mengepak tenang
Dingin angin membunuh ingin

Ia tak ingin lagi bertanya
Tentang titik temu abuabu
Dalam isak tangis tertahan
Ia dekap Alif sepenuh iman


Alam Mayang, 221214
Selanjutnya »

Minggu, 11 Januari 2015

Puisi Masjid 2

Maling atau pencuri memang terkesan tak memiliki hati. Dimana saja kapan saja, kalau niat sudah terpasang masjidpun jadi sasaran keganasannya. Moga saja maling atau pencuri di tunjukkan jalan yang benar kembali.

Ilustrasi dari www.radarkarawang.com

Berikut beberapa kisah dari masjid yang disinggahi maling dan akibatnya, selamat membaca moga bermanfaat.

Masjid 2
Oleh : Fuadi

Seorang musafir
Jam 12 malam di masjid ia mampir
Hendak menenangkan sejenak pikir
Sebelum malam berakhir

Ia lihat semua pintu terkunci
Sambil memandang ke jalanan sepi
Teringat ia honda beat saudaranya yang dicuri
Di depan masjid subuh kemarin pagi

Lain lagi kisah tentangganya
Yang kehilangan sandalnya
Bermerk Eiger asli buatan Indonesia
Masih di masjid di tengah pemukiman warga

Seorang anak laki-lakinya pun bercerita
Bulan puasa dua tahun bersela
Dua pemuda yang lagi jatuh cinta
Janji ketemuan di beranda masjid punya
Usai taraweh menjauhi masjid “cipiki cipika”
Menikmati malam minggu berdua

Ia sendiri dulunya muazin di desa kelahirannya
Sebelum berpetualang menyambung hidupnya
Di bumi Tuhannya
Namun masjid tak pernah ia lupa


Bingkai Hati, 070115
Selanjutnya »

Puisi Masjid 1

Secara bahasa, masjid bermakna tempat sujud. Secara istilah syar’i, masjid memiliki dua makna, umum dan khusus.
Makna secara umum mencakup mayoritas muka bumi, karena diperbolehkan  bagi kita shalat di manapun kita berada  (kecuali beberapa tempat yang dilarang oleh syariat). Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Telah dijadikan untukku seluruh muka bumi ini sebagai tempat sujud dan alat untuk bersuci.” Muttafaq ‘alaihi
Maknanya secara khusus masjid sesuai sabda nabi “ …(masjid-masjid itu) hanyalah dibangun untuk berdzikir kepada Allah ‘azza wa jalla, shalat dan membaca Al Qur’an.” HR Muslim. Dikutip dari : https://abuabdurrohmanmanado.wordpress.com/tag/pengertian-masjid/

Meskipun fungsi utamanya sebagai tempat menegakkan shalat, namun Masjid bukanlah hanya tempat untuk melaksanakan shalat saja. Di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, selain dipergunakan untuk shalat, berdzikir dan beri'tikaf, Masjid bisa dipergunakan untuk kepentingan sosial. Misalnya, sebagai tempat belajar dan mengajarkan kebajikan (menuntut ilmu), merawat orang sakit, menyelesaikan hukum li'an dan lain sebagainya. Dikutip dari : http://www.masjidrayavip.org/index.php option=com_content&view=article&id=125:fungsi-dan-peran-masjid&catid=45:artikel-islam&Itemid=67



Di bawah ini puisi tentang masjid, silahkan dibaca, moga bermanfaat. 


Masjid 1

Oleh : Fuadi

Pintu-pintu yang terbuka
Mengucap salam untuk semua
Tak memandang kasta
Tak mengundang, silahkan datang
Yang beriman sujud ke pangkuan
Yang alpa minta ampunan
Yang lupa kembali ke jalan kebenaran

Muazin memanggil
Lutut menggigil
Sarung, mukena berjajar
Tinggallah sejenak kelakar
Menuju-Mu merekatkan ikrar

Ini rumah Tuhanmu
Setia menunggu
Jangan tunda-ragu
Tuhan itu satu 
yang selalu menerima sembah-sujudmu 


Bingkai Hati,050115

Selanjutnya »

Sabtu, 10 Januari 2015

Puisi Seribu Dua Ribu

Selamat berjumpa lagi. Kali ini puisinya tentang nilai uang kita yang terus merosot nilai tukarnya. Silahkan dibaca semoga bermanfaat. 



Seribu Dua Ribu 
Oleh : Fuadi 

Kalau bisa memilih
Seribu aku pilih
Lahir 2002
Warna biru lambang dinamis
Tidak cengeng dengan kondisi
Dilipat, diremuk tetap suka warnamu

Lain hal dengan dua ribu
Lahir 2013
Putih tapi pasi
Sedikit cengeng
Mudah robek,
Cepat kotor
Apalagi inflasi

Tapi sayang, seribu didiskualifikasi
Ditarik dari peredaran karena uji masa berlaku
Yang dinamis miris
Yang pasi belum pasti

Keduanya sih pahlawan
Tapi harga seribu bernilai lebih
Setidaknya menurut wafer tango, chocolatos
Seribu dapat dua

Harus berhemat zaman ini waktu
Sebab semuanya diukur dengan kartu
Baik di swalayan, sekolah dan gardu
Tinggal digesek silahkan tunggu 

Sayang! semua bukan urusan kamu  




Alam Mayang, 071214
Selanjutnya »

Sabtu, 03 Januari 2015

Puisi Ketika Biang Cahaya Pergi Untuk Selamanya

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Bagi umat Islam Nabi Muhammad SAW adalah teladan dan seharusnya memang demikian. 

Puisi di bawah ini sedikit mengenai bagaimana keadaan umat Islam setelah ditinggal pergi Nabi Muhammad SAW untuk selama-lamanya. Silahkan dibaca semoga bermanfaat.  


Ketika Biang Cahaya Pergi Untuk Selamanya 
Oleh : Fuadi

Tak ada yang bisa melukiskan sedih begitu dalam ditinggal pergimu
Tidak juga selendang Fatimah nan basah
Bahkan Singa Padang Pasir sekalipun tertekuk  
Khulafaur Rasyidin menggenggam duka
Wajah wajah tawaduk tertunduk pasrah, muhasabah  

Gurun itu kini diam seribu bahasa
Siuran angin berhenti, hening mencekam
Cerukceruk hati diadukaduk bimbang, gamang
Saat biang cahaya kembali kepangkuan kekasihnya 

Pelitapelita mencoba menafsirkan titahmu
Dengan segenap jiwaraga
Melewati badaibadai gurun berpasir
Menyulut kembali suluhsuluh penerang di ranah gelisah akidah
Sebelum rebah dalam sejarah hikmah
  
Lalu dekade buram menghampiri
Kiblat musafir berganti
Zaman nan purba kembali

Tinggallah lilin-lilin, redup ditiup angin, goyah diterpa gelombang
Lilin yang dibakar, terbakar, membakar
Dan terkapar


Bingkai Hati, 120114


Selanjutnya »