Kamis, 19 September 2019

Kabut Asap dan Pelanggar Aturan




Sudah seminggu lebih anakku libur sekolah disebabkan asap. Sebelumnya pihak sekolah memberikan masker kepada para siswa untuk digunakan dilingkungan sekolah. Mengingat asap semakin tebal akhirnya perintah untuk meliburkan siswa itu keluar juga. 

Bagi anak-anak liburan adalah sesuatu yang sangat menggembirakan dan menyenangkan. Bagi anak-anak ini libur berarti meneruskan acara bermain, karena kecenderungan anak adalah bermain sesuai dengan masa perkembangannya.

Ini adalah untuk kedua kalinya kejadian yang sama selama aku dan keluargaku berada di kota ini. Pada tahun 2015 juga pernah terjadi hal seperti sekarang. Anak-anak diliburkan, penyakit yang disebabkan asap bermunculan. Pihak rumah sakit sampai kewalahan menanganinya.

Hari ini kembali anak-anak diliburkan untuk 3 hari kedepan. Kalau tiga hari ini asap juga tak kunjung surut, berarti sekolahnya Senin depan, artinya anak-anak libur sekolah lebih kurang 15 hari atau bahkan bisa lebih. Maka yang paling dirugikan adalah anak-anak tersebut. Seharusnya mereka dapat menambah pengetahuan, karena kabut asap jadi terhambat, kalender pendidikan bergeser, artinya apa yang ditetapkan kurikulum bisa tidak tercapai. Duh, sedihnya.

Kabut asap belum jua nampak tanda-tnada kecerahan, hujan belum juga nampak akan tumpah. Ibu-ibu mulai mengeluh, sebab anaknya selama libur sekolah banyak main di luar rumah daripada di dalam rumah. Demikian pengakuan tetangga sebelah.

Mereka tak peduli dengan asap, jerebu dan segala macam keadaan bumi, sebab memang belum terpikirkan oleh mereka. Maka ketika seorang ibu mengeluh karena anaknya yang banyak bermain di luar rumah daripada di rumah ketika liburan aku tak terkejut. Kalau tak main di dalam rumah, kelahi sama adiknya, ya rebutan remot TV, rebutan HP, lari-lari kesana kemari rumah jadi berantakan. Sementara pihak sekolah tidak memberikan pekerjaan rumah yang semestinya bisa mengisi liburan mereka.

Kalau diandalkan kepada orang tua, susah. Kebanyakan anak-anak sekolah lebih patuh kepada peirntah gurunya. Semisal kalau guru menyuruh buat PR di rumah, bagaimanapun ia mengerjakan, baik sambil ngomel, aksi keberatan, yang namanya tugas sekolah harus diselesaikan. Tapi coba orang tua, baik ibu atau bapaknya yang mencoba nyuruh belajar mumpung libur, megisi waktu, pasti segala macam alasan keluar, mulai dari mogok bicara, sampai ada bilang kan ibu guru ngak nyuruh. Iya kalau orang tua arif dan bijaksana menyikapi anak yang seperti itu pasti ada cara yang lain yang mesti ditempuh, tidak bisa setengah memaksa, setengah saja tidak boleh apalagi dengan paksaan. Anak akan tambah ndak mau. Kalau orang tua kurang arif menyikapi pribadi anak, akan terjadi tanya jawab yang akhir terjadi suatu peristiwa semisal tangisan si anak. Tangisan inilah yang akhirnya menyudahi PR si anak.

Dilihat secara luas, dampak kabut asap ini sudah menimbulkan penyakit, semisal ISPA, gatal-gatal alergi kulit, dan sebagainya. Nah, kalau sudah begini bagaimana? Siapa yang paling bertanggung jawab?

DAERAH TERDAMPAK KABUT ASAP

Riau adalah salah satu Provinsi yang boleh dikatakan sering mengalami kebakaran lahan dan hutan, hampir setiap tahun. Selain Riau ada juga Jambi, Palembang, Lampung dan Kalimantan. Mengingat dampak kabut asap sangat berbahaya bagi kesehatan, sudah selayaknya pemerintah daerah yang bersangkutan menjatuhkan sanksi kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sebagai imbalan atas perbuatan mereka. Kalau ini tidak ingin terulang para petinggi daerah terdampak kabut asap harus tegas menegakkan hukuman kepada pihak-pihak yang melanggar. Hanya dengan begitulah semua bisa diatasi. Kalau hanya peringatan, peringatan dan peringatan, percuma.

Kalau sudah menjadi bencana nasional, maka Presiden harus turun tangan. Artinya sebagai orang nomor satu beliau bertanggung jawab penuh atas keamanan wilayahnya. Diperlukan ketegasan seorang presiden kalau mau wilayah hutannya tetap hijau dan rakyat tidak menderita atas dampak yang ditimbulkan kabut asap. Bagaimanapun pembakaran lahan dan hutan yang berdampak bagi kesehatan merupakan suatu pelanggaran.

Saat ini rakyat sedang menunggu kebijakan dari yang berkepentingan pengambil keputusan, apakah berpihak kepada rakyat ataukah kepada pelaku pembakaran hutan dan lahan seperti yang sudah-sudah. Mari berdoa bersama-sama. Salam bahagia, (CA).  





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tambah sahabat dengan komentar, No Spam