Adalah Afriyani Susanti (29), pengemudi Daihatsu Xenia yang
menewaskan 8 pejalan kaki dan lainya luka-luka di Jl Ridwan Rais, Jakarta
Pusat. Afriyani dijerat dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Darat Pasal 283 UU
tentang mengemudikan kendaraan bermotor secara tidak wajar atau terganggu
konsentrasinya.
Disamping mengakibatkan nyawa manusia melayang, pelaku juga
merusak fasilitas umum, yaitu sebuah halte.
Persoalan tidak sampai disitu saja. Ternyata Afriyani
Susanti saat mengemudi diketahui tidak memiliki dokumen seperti SIM A dan STNK serta di bawah pengaruh obat-obatan terlarang diperkirakan jenis shabu-shabu.
Dalam insiden maut ini, 8 orang meninggal dunia dan dibawa ke RSCM, yaitu:
1. Moch Hudzaifah alias Ujay, 16 th
2. Firmansyah, 21 th
3. Suyatmi, 51 th
4. Yusuf Sigit; 2,5th
5. Ari, 16 th
6. Nanik Riyanti, 25 th
7. Fifit Alfia Fitriasih, 18 th
8. Laki-laki, tidak diketahui identitasnya, berumur sekitar 17 th
Sedangkan 5 orang dirawat di RSPAD Gatot Subroto yaitu:
1. Ny. Siti Mukaromah, 30 th
2. Moh Akbar, 22 th
3. Keny, 8 th
4. Indra, 11 th
5. Bp Teguh Hadi Purnomo
Dalam insiden maut ini, 8 orang meninggal dunia dan dibawa ke RSCM, yaitu:
1. Moch Hudzaifah alias Ujay, 16 th
2. Firmansyah, 21 th
3. Suyatmi, 51 th
4. Yusuf Sigit; 2,5th
5. Ari, 16 th
6. Nanik Riyanti, 25 th
7. Fifit Alfia Fitriasih, 18 th
8. Laki-laki, tidak diketahui identitasnya, berumur sekitar 17 th
Sedangkan 5 orang dirawat di RSPAD Gatot Subroto yaitu:
1. Ny. Siti Mukaromah, 30 th
2. Moh Akbar, 22 th
3. Keny, 8 th
4. Indra, 11 th
5. Bp Teguh Hadi Purnomo
Kalau kita lihat hukuman yang akan diterima oleh Afriyani
dengan akibat yang ditimbulkan sungguh berbanding terbalik, mengapa demikian? Mari
lihat berikut ini.
Di dalam Pasal 283 UU No 22 tahun 2009 yang berbunyi
"Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan secara tidak
wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang
mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan sebagaimana
dimaksud pasal 106 ayat (1) dipidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda
paling banyak Rp 750 ribu."
Kemudian dalam Pasal 288 ayat (1) UU No 22 Tahun 2009
berbunyi "Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang
tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) atau Surat
Tanda Coba Kendaraan Bermotor (STCK) sebagai mana dimaksud dalam Pasal 106 ayat
(5) huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda
paling banyak Rp 500 ribu."
Pasal 288 ayat (2) UU No 22 Tahun 2009 berbunyi "Setiap
orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak dapat
menunjukkan Surat Izin Mengemudi (SIM) yang sah sebagaimana dimaksud dalam
pasal 106 ayat (5) huruf b dipidana dengan kurungan paling lama 1 bulan dan
atau denda paling banyak Rp 250 ribu."
Kalau dijumlahkan
semua, Afriyanti hanya akan dikurung selama 6 (enam) bulan paling lama (3 + 2 +
1) atau denda maksimal Rp. 1.500.000 (Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) dalam
arti (750.000 + 500.000 + 250.000). Kalau Afriyanti tidak mau dihukum dan memilih
mengganti dengan Rp. 1.500.000 untuk 8 (delapan) nyawa orang yang meninggal
akibat kelalaiannya, maka bebaslah Afriyanti dari jerat hukum akibat ulahnya.
Kalau ditambah dengan Undang-undang Narkotika dan Psikotropika, maka dilihat dulu termasuk golongan berapa yang dikonsumsinya. Kalau hanya digunakan untuk pribadi paling hanya dikenakan kurungan 3-5 tahun. Jadi total jumlah hukuman adalah sekitar 6 tahun penjara.
Kalau ditambah dengan Undang-undang Narkotika dan Psikotropika, maka dilihat dulu termasuk golongan berapa yang dikonsumsinya. Kalau hanya digunakan untuk pribadi paling hanya dikenakan kurungan 3-5 tahun. Jadi total jumlah hukuman adalah sekitar 6 tahun penjara.
Lalu dimana
letak keadilan hukum? Jawabannya tentu berpulang ke pakar hukum. Kalau bisa
direnungkan lagi mengenai hukum yang telah berlaku dan yang akan diberlakukan.
Meskipun Afriyani minta maaf dengan menulis surat permohonan maaf bagi keluarga korban dan berjanji untuk memberikan bantuan dana, tapi semua sudah terjadi, Nasi sudah jadi bubur. Rasa menyesal memang datang terlambat. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari kejadian ini.
Meskipun Afriyani minta maaf dengan menulis surat permohonan maaf bagi keluarga korban dan berjanji untuk memberikan bantuan dana, tapi semua sudah terjadi, Nasi sudah jadi bubur. Rasa menyesal memang datang terlambat. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari kejadian ini.
Demikian,
semoga bermanfaat
Wah gila bener..kok ringan yaa hukumannya..
BalasHapus