Soal Kasus Sandal
Hakim tunggal dalam
peradilan anak (Romel Tampubolon SH), Pengadilan Negeri Palu, menyatakan
bersalah kepada terdakwa AAL, terdakwa anak dalam kasus pencurian sandal merk
Ando. Terdakwa AAL dinyatakan secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah
melakukan tindak pidana pencurian sebagaimana diatur dalam pasal 362 KUHP, namun dia
tidak dipidana dan hanya dikembalikan ke orang tuanya untuk dibina. Hakim pun
menilai sandal yang menjadi barang bukti kasus ini, bukanlah sandal milik
Briptu Ahmad Rusdi.
Pengakuan AAL
Menurut AAL, Sandal yang
dijadikan barang bukti, ditemukan AAL di jalan, bukan di depan kamar kos Briptu
Harahap seperti apa yang dituduhkan. “Bukan itu sandalnya yang hilang, tapi
saya terus-terusan dipaksa mengaku sambil dipukul,” jelas AAL.
Dia mengaku sempat
dipukul menggunakan kayu, dan ditampar berkali-kali oleh kedua anggota polisi
tersebut. AAL membantah bila dirinya hanya didorong. Dan yang paling banyak
memukul dirinya adalah Briptu Harahap. “Saya tidak bisa hitung lagi berapa kali
dipukul dan dicambuk menggunakan kayu. Yang paling banyak memukul itu yang
namanya Harahap,” sebutnya.
Berbeda dengan apa yang
dikatakan AAL, Briptu Ahmad Harahap mengungkapkan ‘’Ketika itu memang ALL dan
dua temannya yang saya lihat lewat depan kos sebelum sandal hilang. Ketika
mereka melintas lagi langsung saya tanya dan introgasi bersama Simson dan
memang benar mereka mengaku yang mencuri sandal saya itu,” terangnya.
Sementara itu, Simson
yang ikut mengintrogasi AAL membantah telah melakukan penganiayaan
terhadap pelajar yang baru tamat SMP itu. Dia mengaku hanya mendorong tubuh AAL
hingga terjatuh ke selokan. ‘’Saya tidak ada maksud menganiaya, saya cuma
ingin kasih dia pembinaan karena waktu saya tanya dia sempat berbelit-belit
memberikan keterangan,” sebut Simson.
Tanggapan Para Tokoh Atas Kasus Sandal
Seto Muliyadi (Kak Seto)
yang datang menyaksikan jalannya persidangan, kepada sejumlah wartawan menyatakan
keperihatinan serta dukungannya terhadap terdakwa AAL. Ia berharap agar
proses peradilan terhadap terdakwa benar-benar berjalan sesuai dengan harapan
masyarakat yang menginginkan adanya keadilan dengan mengedepankan hati nurani.
‘’Semoga kedepan kasus-kasus seperti ini tidak terjadi lagi,’’ harap Kak Seto
Anggota Komisi III Martin Hutabarat meminta tidak
ada lagi kasus yang menciderai rasa keadilan dan mencoreng nama Polri seperti
ini ke depan. Kasus ini juga telah menimbulkan reaksi tidak puas dari
masyarakat yang berujung dikumpulkannya sandal-sandal bekas untuk diserahkan ke
Kapolri.
"Kapolri harus mengevaluasi dengan serius
tindakan anak buahnya yang menyimpang dari semangat bhayangkara yang menjadi
pengayom dan pelayan masyarakat," ujar Martin Hutabarat kepada detikcom.
Sanksi Untuk Briptu Ahmad Harahap dan Briptu
Simson Sipayung
Kapolda Sulteng, Brigjen
Pol Dewa Parsana telah melakukan penindakan terhadap anggotanya yakni Briptu
Ahmad Rusdi Harahap (Pemilik Sandal) dan Briptu Simson Sipayung. Kedua anggota
Polri tersebut, kata Dewa Parsana diberikan sanksi disiplin atas dugaan penganiayaan
terhadap AAL.
“Mereka telah kami
proses secara disiplin, untuk Briptu Harahap masih proses sidang disiplin,
sementara Briptu Simson sudah diberikan sanksi berupa penundaan kenaikan pangkat
selama satu (1) periode dan penempatan dalam tempat khusus (PATSUS) selama 21
hari,” urainya.
Kronologi kejadian versi tim investigasi yang
dikoordinasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
27 Mei 2011
27 Mei 2011
AAL dituduh mencuri sandal di kos-kosan anggota
Brimob Polresta Palu. Pukul 20.00-23.00 WITA, AAL datang ke kos Brimob atas
perintah penghuni kos.
AAL pulang ke rumah pukul 23.00 WITA diantar JUL,
salah seorang anggota Brimob. Saat itu keluarga AAL belum sadar bahwa AAL
dianiaya oleh anggota Brimob Briptu Simson dan Briptu Ahmad Rusdi.
Lalu keluarga AAL mendatangi kos-kosan Brimob
untuk menyelesaikan secara kekeluargaan. Sesampainya di kos-kosan Brimob, bapak
dan ibu AAL diminta bertanggung jawab atas pencurian tersebut. Bapak AAL
menanyakan mana buktinya.
Lantas dijawab oleh Briptu Ahmad Rusdi dan Briptu
Simson bahwa di kos-kosan tersebut sering kehilangan sandal. Kemudain mereka
minta ganti 3 sandal merek Eiger yang hilang. Harga 1 sandal Rp 85 ribu x 3
sandal sehingga keluarga AAL harus mengganti Rp 255 ribu.
Bapak AAL akan mengganti dengan uang tapi Briptu
Rusdi tidak mau. Mereka meminta saat itu juga harus ada sandalnya. Tetapi malam
itu sandal tidak bisa didapatkan karena toko sudah tutup.
Lalu KTP bapak AAL diminta paksa untuk jaminan
oleh Briptu Ahmad Rusdi cs. Lantas bapak-ibu AAL pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah ibunya baru sadar AAL
dianiaya. Dada, wajah dan punggung dianiaya dengan tangan dan benda tumpul. AAL
juga didorong hingga masuk got. Nasib serupa menimpa teman AAL, FD dan PR.
28 Mei 2011
Keluarga AAL lapor ke Propam Polda Sulteng di
Palu. Briptu Amhad Rusdi marah hingga akhirnya langsung melapor balik ke Polsek
setempat. Di Polsek, AAL hanya 2 kali diperiksa dan langsung jadi tersangka.
Berikut ini kronologi tambahan seiring
bergulirnya kasus tersebut:
20 Desember 2011
AAL diajukan ke PN Palu dengan agenda pembacaan
dakwaan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa AAL melanggar pasal pencurian
dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
28 Desember 2011
Polda Sulteng menghukum Briptu Ahmad Rusdi
tahanan 7 hari dan Briptu Simson J Sipayang 21 hari karena terbukti menganiaya
AAL.
3 Januari 2012
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Saud Usman
Nasution menjelaskan kasus ini bisa masuk ke pengadilan karena orangtua AAL
ingin kasus tersebut diproses secara hukum. Kasus ini berawal dengan sering
hilangnya sandal milik Briptu Ahmad Rusdi Harahap dan Briptu Simson.
Terlepas dari kesimpang siuran data yang
diperoleh, terdapat kejanggalan dalam perkara pencurian sandal ini. Bagaimana tidak,
bukankah sesuatu dapat disidangkan kalau sudah cukup bukti. Dalam hal ini
adalah pencurian sandal, sedangkan sandal yang dipermasalahkan tidak tahu
keberadaannya, sementara si terdakwa di vonis bersalah.
Wassalam, semoga bermanfaat
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tambah sahabat dengan komentar, No Spam