DAHAGA
CINTA SANG BIDAK
Oleh : Fuadi
Tak
mengenal musim bidak-bidak bergerak dinamis, menembus gerimis, melewati dua pancaroba
sampai waktu tak tentu. Menepis-tepis hujan badai, mengarungi gelombang yang
ditiupkan angin prahara, dihirupnya senyum kekasih ke lapang dadanya. Degup
jantung diaturnnya teratur kala menikmati kopi pahit, manis, asam, kelat bahkan
pahit menggigit dalam percaturan hitam-putih. Ia pahamkan cinta adalah jalan
panjang kerelaan untuk menemukan titik akhir perubahan, maka ia taburkan pengorbanan
di jalan-jalan juang.
Ia
bukanlah pengandai yang meramu ribuan kata untuk merayu kekasih, lalu berlalu mengubur
waktu. Ia bukan pecundang yang garang dibelakang kemudian mencari kambing
hitam. Bukan, Ia bukan pengumbar janji untuk dipungkiri.
Ia
adalah pencinta sejati. Menyusuri lembah licin, terkadang tergelincir tegak
kembali berlari. Terkadang terperosok ke dalam gua yang kelam dan gigil. Terus
saja Ia berjalan lurus ke satu arah titik, menggapai cahaya.
Di
sana Ia benamkan cinta. Cinta yang sangat dahaga. Ia lebur dalam manis-pahit
dahaga cinta yang tak bisa diukur dengan isi dunia. Biarlah dunianya
terbengkalai, ia akan tetap di sini. Di lingkaran cahaya dimana Ia yakini mati
adalah awal kehidupan abadi.
Petang,
170317
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tambah sahabat dengan komentar, No Spam