Rumah Kasih
Oleh : Fuadi
Ini bukan kain gendongan, atau ayunan yang lapuk dimakan masa.
Ini semacam balon tahan guncangan. Melindungiku dari debu, terik
mentari, dingin bahkan polusi udara tak kutemui di sini. Ini adalah maha karya
yang Sempurna. Terkadang geliatku disambut ibu dengan senyuman manis sambil
mengelus-elus perutnya. Ada juga tatkala ibu asyik berbisik dengan tentangga,
aku ingatkan dengan satu sentuhan lembut agar ingat akan hadirku, jiwa polos
yang mendengar percakapannya. Tangan lentik itu merespon lalu menahan ucapan
agar apa adanya, tidak mengada-ada dan mengandai-andai. Ibu memberi apa
yang aku suka. Bila aku tak membutuhkan, maka ibu segera memuntahkan
agar aku tak turut menyeruput. Doa-doa untuk kebaikanku selalu bergema di
setiap munajatnya. Sungguh, ibu sangat mengerti aku.
Itu puluhan tahun lalu. Saat ini
aku sedang merindukannya. Tempat
aku dilahirkan dan dibesarkan dengan segenap cinta. Tak terasa bulir
embun menumpuk di bulu mata, saat rekaman itu kembali memutar memori. Entah
berapa musim harimu tak ku jelang. Seribu kenang menambah rinduku menggenang.
Aku ingin kembali. Di sini, memeluk tiang penyangga yang dulu sangat kuat itu. Menumpahkan luapan rasa ke
dinding hatinya. Maafkanlah segala khilaf, perkataan tak berpadan, dan dosa-dosa tak terhingga.
Ibu, ketika tiang dan dindingmu sudah rapuh, izinkan aku merawatnya, walau tak sebanding.
Bingkai Hati, 010214
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tambah sahabat dengan komentar, No Spam