Kamis, 10 Oktober 2019

Pemilu dan Harapan yang Tak Pernah Sampai




Puisi di bawah ini terinspirasi dari Pemilu 2019 yang banyak timpangnya ketimbang jujurnya. Selamat membaca, semoga bermanfaat. Salam bahagia.  
  

PEMILU DAN HARAPAN YANG TAK PERNAH SAMPAI

Iklan, baliho, dan wajah-wajah cerah dalam poster
Berdandan, bersolek dalam berbagai pose
Di jalan-jalan besar, persimpangan perkotaan
Di ujung-ujung gang RT dan RW
Terpampang wajah-wajah calon menteri
Di pagar-pagar rumah,
Di pohon-pohon kayu menempel wajah
Calon-calon anggota DPR, DPD, DPRD
Hingga wajah calon presiden dan wakil presiden
Berbaris rapi masuk perkampungan
Dengan misi dan visinya menarik simpati massa 

Tak ketinggalan bendera-bendera partai
Warna-warni menghiasi janji
Yang dipercantik tukang jahit dan tukang sablon
Uang berputar akal diputar

Saat pencoblosan tiba
Wajah-wajah begitu merdeka
Tersenyum asyik masuk ke bilik
Dibenaknya terbayang Indonesia lima tahun mendatang
Bergambar orang-orang cerdas pengambil keputusan
Membangun bangsa memajukan peradaban

Demikian pun aku merdeka tentu
Di bilik pencoblosan, anak-anakku,
Bergelantungan di ujung paku yang runcing
Disangkanya barang mainan atau seluncuran
Tak perduli ia bapaknya memajang kecemasan
Bersama istriku, kami telah sepakat
“Kita harus memilih pemimpin yang jujur, amanah
Menjalankan undang-undang dengan baik dan benar
Agar Indonesia lebih maju, berwibawa di mata dunia
Anak-anak bersekolah tanpa terkendala biaya dan zona”

Bismillah, yakin aku Tuhan akan ada perubahan   

Lima lubang paku tuntaslah niat hati
lengkung senyum ikhlasku lirik sana sini
Melangkah keluar bilik lepaskan sesak dada
Tiba-tiba langit gelap di kepala
Daun-daun bergoyang kencang
Hujan membadai meniupkan kabar pilu
Tujuh ratus nyawa penyelenggara pemilu
Mengambang tanpa ucapan belasungkawa
Tanpa uang duka
Hilangnya rasa luka kehilangan orang tercinta 

Katanya pesta demokrasi
Tapi kenapa banyak yang mati

Sungguh aku tak paham

Pemilu itu mencari pemimpin sejati, katanya
Tapi rasa empatinya mana
Pemilu itu rahasia, katanya
Tapi kenapa sampai mengerahkan kelengkapan negara
Pemilu itu bebas memilih, katanya 
Tapi kenapa ada pengarahan sedemikian rupa
Pemilu itu berdasarkan keadilan, katanya 
Tapi yang melanggar tetap dibiarkan
Pemilu itu berazaskan kejujuran, katanya
Yang berbuat curang, toh lolos juga

Inikah yang disebut persengkongkolan politik
Saling mencekik
Saling menjegal
Sampai ada yang dijadikan tumbal  

Kalau persengkokolan hanya untuk meraih kekuasaan
Pemimpin sejati hanya ada di selokan
Kalau persengkokolan hanya menunjukkan siapa aku siapa kamu
Untuk apa kita merdeka dan bernegara


Pekanbaru, 090719



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tambah sahabat dengan komentar, No Spam