Selasa, 31 Maret 2015

Puisi Dongeng Plintat Plintut

Puisi di bawah adalah gambaran masyarakat kita sekarang, yang semakin hari semakin tak berdaya oleh semakin susahnya hidup. 

Selamat menikmati, semoga bermanfaat. 


DONGENG PLINTAT PLINTUT
Oleh : Fuadi 

Di kerajaan plintat plintut 
Tersebutlah seorang raja bergelar ingin 
Penebar surganya angin

Suatu hari 
Rakyatnya ingin angin 
Sang raja kentut, nyengir 
Orang-orang tutup hidung

Raja heran lalu kentut lagi 
Kali ini kentutnya mampir di knalpot 
Pengendara yang motornya zigzag
Ibu-ibu mencari dompetnya  yang 
Nyangkut dilaju besi makin nyaring
Terseret angkot ke pasar, swalayan dan pertokoan 
Rumah sakit menjadi ayan

Kentut kali ke tiga 
Orang-orang lagi tak berhidung
Mata mereka elang 
Hati dan lidah mereka api
Si pincang pandai berlari

Ramai-ramai mereka kentuti plintat plintut 
Tut tuut tuuuuut 
Rasakan itu kentut

Alam Mayang, 170115


Selanjutnya »

Minggu, 22 Maret 2015

PUISI DILEMA HUJAN BAGI KOTAKU

Banjir lagi banjir lagi. Kira-kira demikianlah keluh warga yang selalu kebanjiran ketika musim hujan datang. Hujan menjadi momok yang menakutkan, padahal Tuhan menurunkan hujan dengan berbagai berkah di dalamnya. 


Dulu sewaktu kecil, hujan sangat ditunggu, perasaan riang terpancar dari para bocah untuk mandi hujan. Tapi sekarang hujan masuk kamar ibu-bapak mereka. Menggenangi sekolah-sekolah mereka. Hujan telah menjadi dilema. Seperti puisi di bawah ini.  Silahkan dinikmati, semoga bermanfaat. 

DILEMA HUJAN BAGI KOTAKU 
Oleh : Fuadi   


Dulu, rinaimu mengundang senyum
Isyarat kelopak ‘kan tumbuh dan mengembang
Langkah-langkah ringan menapaki hari
Elok nian embun duduk di rumput-rumput dan keladi
Matahari pancarkan hangat setiap pagi
Alam berdendang, daun-daun bergoyang

Hingga saat itu pupus
Ulasan rinai mengiris-iris
Jangan kau tanya mengapa
Akan luka-luka menganga
Namanya dilema

Beton-beton menjarah hutan
Abaikan kelestarian
Garong senyum sungging sumbing negeri
Inilah sumpah sampah

Kotaku dialiri banjir setiap musim hujan datang
Orang-orang meradang mengerang berang
Tapi hujan hanyalah titah
Akibat pergeseran musim
Koarmu bencana
Ulah siapa, mengapa

Bingkai Hati, 171213
Selanjutnya »

Selasa, 10 Maret 2015

Mensyukuri Nikmat


Bersyukur

Hidup itu sangat indah dengan segala pernak perniknya, sengaja diciptakan oleh Allah Sang Maha Pencipta untuk manusia. Mengapa aku katakan demikian? Mari kita simak catatan seorang teman berikut ini. Seorang kawan telah bercerita kepadaku tentang apa yang dialaminya. Dia membuka usaha sebuah usaha dari modal pinjaman.
Dengan modal keberanian dan sedikit pengetahuan yang dimilikinya, ia bermaksud membuka usaha sebuah warnet yang dianggapnya bisa mengangkat perekonomian keluarganya. Dari sebuah kehidupan yang sederhana, ia ingin mengangkat derajat hidupnya ke arah yang lebih baik dari keadaan yang  sekarang. Bagaimana tidak dizaman, sekarang setiap orang sudah mempunyai kendaraan sendiri minimal sebuah sepeda motor, sedang ia tidak punya sama sekali jangankan sebuah sepeda motor, sepedapun ia tak punya.
Singkat cerita ia berhasil membuka usaha sebuah warnet dengan jumlah komputer Sembilan buah termasuk server. Satu bulan berjalan ia kena musibah. Warnetnya dimasuki maling dan berhasil membawa enam (6) buah monitor LCD. Total kerugiannya sekitar Delapan (8) Juta, sebuah angka yang besar kalau diukur dengan keadaan keluarganya yang sederhana. Hancur segala harap yang telah diimpikannya untuk membangun perekonomian keluarganya, belum lagi istrinya yang telah bekerja berhenti dari pekerjaan tiga hari sebelum warnetnya dimasuki maling. Terbayang olehnya utang yang harus dibayar per bulannya, biaya hidup sehari-hari, uang kontrakan, belum lagi biaya tak terduga. Dari mana harus didapatkan? Agaknya inilah akhir dari hidupnya dirantau orang. Terbayang kampung halaman nan jauh, akankah pulang kampung? Lalu apakah dengan pulang kampung segalanya akan teratasi? Segala macam pikiran berkecamuk dalam kepalanya. Seakan meledak kepalanya kalau terus dipikirkannya.
Sehari dua hari kejadian yang menimpanya masih sangat membekas dalam hari-harinya. Bagaimana tidak, dengan Sembilan komputer,  pendapatannya baru pas untuk sewa tempat, biaya sehari-sehari dan tagihan internet, sementara untuk mengangsur utang masih ditunda-tundanya. Sekarang dengan tiga komputer berapalah yang akan didapatnya. Tak dapat ia membayangkan nasibnya serta keluarga yang sangat ia cintai dimasa-masa sulit seperti ini. Terkubur sudah kedua kakinya di “Negeri Bertuah” ini, tergali sudah kuburan untuk dirinya sendiri karena malapetaka yang menimpanya, demikian ia berpikir.
Ditengah galau, gundah, resah, dan dendam seseorang telah diutus oleh Allah untuk menenangkan hatinya. Seorang Bapak yang kerjanya mengobati orang dengan jalan “rukiyah” tak sengaja datang pada hari tepat sesudah kejadian LCDnya dimaling orang. Bapak itu menyarankan untuk membaca Q.S Alwaki’ah, sebuah surat yang terdapat di dalam Al-Qur’an yang isinya untuk memudahkan usaha yang kita jalani, demikian Bapak itu berkata. Antara percaya dan tidak, setiap selesai shalat subuh ia berusaha menyempatkan diri untuk membaca Surat Al-Waki’ah. dia sadar dengan dirinya sebagai seorang muslim telah lama ia tidak membaca kitab sucinya. Apa salahnya memulai kembali membaca Al-Qur’an yang dimulai dengan Surat Al-Waki’ah pikirnya. Dia bukannya tak percaya dengan Al-Qur’an, hanya ia tak pernah mengkotak-kotakkan surat dalam Al-Qur’an dan memang dia tidak mempunyai pengetahuan tentang itu. Dia hanya tahu membaca untuk sekedar dirinya sendiri dan sebagai pedoman hidup bagi sekalian umat Islam yang dia sendiri sudah sangat lama tidak memperhatikan dan membacanya. Dengan datangnya Bapak tadi sedikit terbuka pikirannya tentang kewajiban membaca Al-Qur’an.    
Perlahan namun pasti kepercayaanya mulai muncul. Segala sesuatu telah diputuskan oleh Allah Sang Maha Pengatur. Manusia hanya berusaha tetapi semuanya tetap di tangan-Nya. Dia beranggapan bahwa komputer nya hilang ternyata ada hak sang maling didalamnya. Karena maling juga perlu mempertahankan hidupnya, ia butuh makan, pakaian dan sebagainya seperti orang lain, terlepas dari bagaimana cara dia untuk mendapatkan kebutuhannya. Semua usaha perlu pengorbanan, “barugi dulu mangkonyo ba balabo”, demikian pepatah minang mengatakan. Anggap saja semua yang telah berlaku kepadanya adalah rezeki yang tertunda yang suatu saat akan dikembalikan oleh Allah kepadanya, atau mungkin akan melebihi dari sebelumnya kalau itu dihitung dengan yang hilang ditambahkan dengan yang berjalan semestinya pikirnya.
Maka setiap pagi setelah shalat subuh dan membaca Al-Qur’an ia bersiap-siap untuk membuka kedai tempat dia menjalankan usahanya. Seminggu kira-kira waktu berjalan setelah ia kemalingan, pendapatannya sudah seperti semula sebelum komputernya dimaling orang. Sesuatu yang tidak pernah terbayangkan olehnya. Rasanya mustahil dengan tiga buah komputer ia akan mendapatkan rezeki sama dengan ketika ia mempunyai Sembilan komputer. Tapi itulah yang terjadi, sungguh Allah Maha Kaya, Allah sangat dekat orang-orang yang ditimpa musibah yang menerima dengan ikhlas. Kini ia percaya bahwa dibalik kesusahan ada kemudahan. Setiap kali selesai ia menghitung pendapatannya ia selalu mengucapkan Alhamdulillah yang ia ucapkan untuk memuji Allah Sang Maha Pemberi Rezeki. Disamping itu ia selalu berdo’a kepada Allah agar dilancarkan usahanya, agar dimudahkan urusannya.
Kepada para pembaca ia menyarankan agar selalu bersyukur dengan apa yang ada pada diri kita, jangan menganggap remeh apa yang dapat kita lakukan karena Allah akan selalu menghargai apa yang kita lakukan. Berusahalah dipagi hari, sesuai dengan firman Allah, “Setelah shalat subuh bertebaranlah kamu sekalian dimuka bumi, carilah nikmatku sebanyak-banyaknya………..”, demikian kira-kira arti dari sebuah ayat dalam Al-Qur’an. Penulis sendiri tidak tahu suratnya (tolong dikasih tahu bagi pembaca yang mengetahuinya), kemudian bersyukurlah seberapapun besarnya rezeki yang diberikan Allah kepada kita. Semoga bermanfaat, wassalam. Gambar diambil dari Voa-Islam.com  
     


Selanjutnya »