Senin, 10 Februari 2014

Puisi Rumah Kasih


Rumah Kasih
Oleh : Fuadi

Ini bukan kain gendongan, atau ayunan yang lapuk dimakan masa.  Ini semacam balon tahan guncangan. Melindungiku dari debu, terik mentari, dingin bahkan polusi udara tak kutemui di sini. Ini adalah maha karya yang Sempurna. Terkadang geliatku disambut ibu dengan senyuman manis sambil mengelus-elus perutnya. Ada juga tatkala ibu asyik berbisik dengan tentangga, aku ingatkan dengan satu sentuhan lembut agar ingat akan hadirku, jiwa polos yang mendengar percakapannya. Tangan lentik itu merespon lalu menahan ucapan agar apa adanya, tidak mengada-ada dan mengandai-andai. Ibu memberi apa yang aku suka. Bila aku tak membutuhkan, maka ibu segera memuntahkan agar aku tak turut menyeruput. Doa-doa untuk kebaikanku selalu bergema di setiap munajatnya. Sungguh, ibu sangat mengerti aku.

Itu puluhan tahun lalu. Saat ini aku sedang merindukannya. Tempat  aku dilahirkan dan dibesarkan dengan segenap cinta. Tak terasa bulir embun menumpuk di bulu mata, saat rekaman itu kembali memutar memori. Entah berapa musim harimu tak ku jelang. Seribu kenang menambah rinduku menggenang.

Aku ingin kembali. Di sini, memeluk tiang penyangga yang dulu sangat kuat itu. Menumpahkan luapan rasa ke dinding hatinya. Maafkanlah segala khilaf, perkataan tak berpadan, dan dosa-dosa tak terhingga.  

Ibu, ketika tiang dan dindingmu sudah rapuh, izinkan aku merawatnya, walau tak sebanding. 

Bingkai Hati, 010214
  
Selanjutnya »

Puisi Yang Terkotak (Generasi Kusta)


Yang Terkotak 
(Generasi Kusta)

Oleh : Fuadi 

Untuk apa kau ke sini
Bukankah ini hanyalah sisa dari zamanmu nan kusam
Setelah lama berkutat dari pengasingan
Terpuruk jua di ujung masa
Di rahimmu

Apa kau ingin membawa kembali
Kenangan bimbang menoreh luka
Lalu wajah-wajah memaling muka
Dan rumah-rumah disambar api
Baranya kami panggul di pagi hari
Meninggalkan tanya tak berjawab

Biarkanlah kami di sini
Menganyam gundah membiakkan lelah 
Menanam apa yang kami punya
Dari benih-benih yang terbuang

Dan perlahan bunga-bunga itu tumbuh menjadi melati putih
Kembang suci menebar wangi

Lihat saja
Mereka menari dan bernyanyi
Lincah memainkan angka-angka
Di lantai merah yang terkotak


Bingkai Hati, 090613
Selanjutnya »

Minggu, 02 Februari 2014

Puisi Presiden


Puisi di bawah ini ditujukan kepada pemangku jabatan agar tak silau oleh yang namanya kekuasaan. Supaya yang mempunyai kekuasaan dapat berbuat adil untuk kemakmuran Indonesia tercinta. Berjuanglah untuk negeri bukan atas nama golongan. Selamat menikmati, moga bermanfaat. 

Rotasi Hidup 
Oleh : Fuadi

Dalam berkah-Nya, titahmu undang-undang
Potret hitam putih negeri
Aroma tubuhmu tercium ke seluruh penjuru
Langkah kakimu heningkan detak waktu
Siulanmu denting mengubah arah

Tangan-tangan menadah limpahan kasih
Maka kepakan sayap-sayapmu adalah anugerah dibawa sumpah
Dikembang teduh payung
Biarkanlah sandal-sandal jepit mencari jati diri
Sedap tata ilalang dipandang
Muruah terangkat tinggi

Doa-doa merangkai puja
Beriring salam sepanjang masa
Sejahtera dikala senja
Saatnya pulang ke ladang lengang
Sendiri
Sepi
Menyudahi rotasi

Di luarnya sumpah menjadi serapah

Alam Mayang, 130114
Selanjutnya »

Puisi Muara Penghambaan Diri


Muara Penghambaan Diri
Oleh : Fuadi

Pada matamu yang selalu menatap dengan kesahajaan jiwa
Pada lembut belaian yang meluruhkan angkuh
Pada senyuman yang menggugurkan resah
Pada helaan napas yang selalu merapalkan doa-doa
Pada malam-malammu yang menghempaskan lelap
Pada terik matahari, engkau membakar diri 
Dan pada usia yang kau gadaikan di jantung dunia
Aku bersimpuh
Berlutut di hadapanmu
Biarkan tangan ini menggenggam jemarimu
Merasakan hangat darahmu yang mengalir ragu-ragu
Dan sunggai-sungai tangis yang kau simpan di kotak-kotak sendu
Aku bawakan cawan-cawan kasih tulus untukmu
Satu dua tetes haru sangat berharga bagiku

Ummi, Ummi, Ummi
Setelah ridha Allah
Muara penghambaan yang agung hanyalah kepadamu   


Bingkai Hati, 010713
Selanjutnya »