Selasa, 07 Februari 2012

Memperingati Hari Maulid Nabi Muhammad SAW



Perayaan hari Maulid Nabi di Indonesia diselenggarakan setiap tanggal 12 Rabiul Awal yang jatuh pada tanggal 5 Februari 2012 kemarin. Seluruh ulama sepakat bahwa maulid Nabi tidak pernah diperingati pada masa Nabi SAW hidup maupun pada masa pemerintahan khulafaurrasyidin (sahabat nabi yang empat yaitu Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib). Lalu sejak kapan hari kelahiran Nabi Muhammad mulai di peringati?

Ada (2) dua versi sejarah :

Versi pertama :
Peringatan maulid bermula pada masa pemerintahan Dynasti Fathimiyyun sekitar abad IV Hijriyah. Dynasti Fathimiyyun mulai menguasai mesir pada tahun 362 H dengan raja pertamanya Al Muiz Lidinillah, di awal tahun menaklukkan Mesir dia membuat enam perayaan hari lahir sekaligus yaitu hari lahir ( maulid ) Nabi, hari lahir Ali bin Abi Thalib, hari lahir Fatimah, hari lahir Hasan, hari lahir Husein dan hari lahir raja yang berkuasa.

Kemudian pada tahun 487 H pada masa pemerintahan Al Afdhal peringatan enam hari lahir tersebut dihapuskan dan tidak diperingati, raja ini meninggal pada tahun 515 H. Pada tahun 515 H dilantik Raja yang baru bergelar Al amir liahkamillah, dia menghidupkan kembali peringatan enam maulid tersebut, begitulah seterusnya peringatan maulid Nabi shallallahu `alaihi wasallam yang jatuh pada bulan Rabiul awal diperingati dari tahun ke tahun hingga zaman sekarang dan meluas hampir ke seluruh dunia. Ini terdapat dalam buku Al khutath, karangan Al-Maqrizy (seorang ahli sejarah Islam).

Sedangkan Abu Syamah (ahli hadist dan tarikh wafat th 665 H) menjelaskan dalam bukunya  "Raudhatain" bahwa raja pertama dinasti ini berasal dari Maroko dia bernama Said, setelah menaklukkan Mesir dia mengganti namanya menjadi Ubaidillah serta mengaku berasal dari keturunan Ali dan Fatimah dan pada akhirnya dia memakai gelar Al Mahdi.

Akan tetapi para ahli nasab menjelaskan bahwa sesungguhnya dia berasal dari keturunan Al Qaddah beragama Majusi, pendapat lain menjelaskan bahwa dia adalah anak seorang Yahudi yang bekerja sebagai pandai besi di Syam.

Dinasti ini menganut paham Syiah Bathiniyah; diantara kesesatannya adalah bahwa para pengikutnya meyakini Al Mahdi sebagai  tuhan pencipta dan pemberi rezki. Setelah Al Mahdi mati anaknya yang menjadi raja selalu mengumandangkan kutukan terhadap Aisyah istri rasulullah shallallahu `alaihi wasallam di pasar-pasar.

Kesesatan dinasti ini tidak dibiarkan begitu saja, maka banyak ulama yang hidup di masa itu menjelaskan kepada umat, diantaranya Al Ghazali menulis buku yang berjudul "Fadhaih bathiniyyah (borok aqidah Bathiniyyah)" dalam buku tersebut dalam bab ke delapan beliau menghukumi penganutnya telah kafir , murtad serta keluar dari agama islam.

Versi kedua :
Peringatan hari Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya justru berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin yang pada saat itu sedang terlibat dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem dan sekitarnya.

Tujuan Memperingati Hari Maulid (Kelahiran) Nabi Muhammad SAW
Tujuan dari memperingati hari Maulid Nabi adalah menumbuhkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW.

Tentang Perayaan hari Maulid Nabi
Terdapat dua golongan, yaitu yang membolehkan dan yang tidak membolehkan memperingati hari Maulid Nabi Muhammad SAW.

Golongan yang tidak membolehkan memperingati hari maulid nabi berpedoman pada :
1.      Al-Qur’an Surat Almaidah ayat 5 :

Artinya :
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Pada ayat di atas, mereka menggunakan penggalan ayat yang artinya “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” sebagai dalil.

2.      Hadits Nabi yang artinya :
Hindarilah amalan yang tidak ku contohkan (bid`ah), karena setiap bid`ah menyesatkan”. HR. Abu Daud dan Tarmizi.

“Siapa yang menghidupkan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dalam dien kami, amalannya ditolak.” Muttafaq ’alaih 

Dalam riwayat Muslim:  “Siapa yang mengamalkan perbuatan yang tidak ada dasarnya dalam dien kami, amalannya ditolak.”

Barang siapa yang meniru tradisi suatu kaum maka dia adalah bagian dari kaum tersebut. HR. Abu Daud.

Mereka yang termasuk ke dalam golongan ini menganggap memperingati hari Maulid Nabi Muhammad SAW adalah bid’ah.

Golongan yang membolehkan :
Mereka berpedoman pada :
1.      Al-Qur’an Surat Yunus ayat 58 :

qul bifadhlillaahi wabirahmatihi fabidzaalika falyafrahuu huwa khayrun mimmaa yajma'uun

Artinya :
Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".

2.      Al-Qur’an Surat Al-Ambiya’ ayat 107

wamaa arsalnaaka illaa rahmatan lil'aalamiin

Artinya :
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

3.      Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim
Diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari RA bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa Senin. Maka beliau menjawab, "Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku”. (HR Muslim)

Betapa Rasulullah SAW begitu memuliakan hari kelahirannya. Beliau bersyukur kepada Allah SWT pada hari tersebut atas karunia Tuhan yang telah menyebabkan keberadaannya. Rasa syukur itu beliau ungkapkan dengan bentuk puasa.

Paparan ini menyiratkan bahwa merayakan kelahiran (maulid) Nabi Muhammad SAW termasuk sesuatu yang boleh dilakukan. Apalagi perayaan maulid itu isinya adalah bacaan shalawat, baik Barzanji atau Diba', sedekah dengan beraneka makanan, pengajian agama dan sebagainya, yang merupakan amalan-amalan yang memang dianjurkan oleh Syari' at Islam. Sayyid Muhammad' Alawi al-Maliki mengatakan:

"Pada pokoknya, berkumpul untuk mengadakan Maulid Nabi merupakan sesuatu yang sudah lumrah terjadi. Tapi hal itu termasuk kebiasaan yang baik yang mengandung banyak kegunaan dan manfaat yang (akhirnya) kembali kepada umat sendiri dengan beberapa keutamaan (di dalamnya). Sebab, kebiasaan seperti itu memang dianjurkan oleh syara' secara parsial (bagian­bagiannya)”

Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw yang dipandang perlu diselenggarakan tersebut harus mengandung manfaat untuk kepentingan dakwah Islam, meningkatkan iman dan taqwa serta mencintai dan meneladani sifat, perilaku, kepemimpinan dan perjuangan Nabi Muhammad saw. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan cara menyelenggarakan pengajian atau acara lain yang sejenis yang mengandung materi kisah-kisah keteladanan Nabi saw.

Jadi, sebetulnya hakikat perayaan Maulid Nabi SAW itu merupakan bentuk pengungkapan rasa senang dan syukur atas terutusnya Nabi Muhammad SAW ke dunia ini. Yang diwujudkan dengan cara mengumpulkan orang banyak. Lalu diisi dengan pengajian keimanan dan keislaman, mengkaji sejarah dan akhlaq Nabi SAW untuk diteladani. Pengungkapan rasa gembira itu memang dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan anugerah dari Tuhan.

Demikian semoga bermanfaat.

Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tambah sahabat dengan komentar, No Spam